Pemerintah dinilai tak memiliki desain penyelesaian masalah Papua secara komprehensif. Sebab, kelompok kriminal bersenjata (KKB) terus melakukan penyerangan hingga kini dan mengakibatkan banyak personel TNI/Polri dan warga sipil yang menjadi korban.
Diketahui, KKB menyerang dan menembaki prajurit TNI dari Satgas Yonif R 321/GT yang bertugas di wilayah Mugi-Mam, Nduga, pada Sabtu (15/4). Akibatnya, seorang prajurit gugur, 4 prajurit terluka, dan 4 lainnya masih dalam pencarian.
Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono, lantas menaikkan status menjadi siaga tempur di Papua. Namun, takkan menambah jumlah personel dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dikerahkan.
"Kalau mau ditingkatkan jadi siaga tempur tapi pendekatannya penyelesaiannya masih setengah hati, yang akan jadi korban para prajurit TNI dan warga sipil," ucap anggota Komisi I DPR, Sukamta, dalam keterangannya, Kamis (20/4).
Menurutnya, pemerintah harusnya dapat menentukan pendekatan yang efektif untuk mengakhiri kekerasan KKB di Papua. Pangkalnya, memiliki sumber daya guna menghimpun informasi intelijen dan dari tokoh masyarakat lokal.
"Siapa aktornya, bagaimana jaringannya, di mana wilayah kerjanya, saya yakin pemerintah sudah mengetahui. Kalau ini masuk dalam kategori separatisme, mestinya jelas siapa yang punya tanggung jawab mengatasi hal ini," tuturnya.
"Ini kasihan prajurit TNI/Polri terus berguguran. TNI juga dibelenggu dengan tidak adanya peraturan turunan dari UU tentang TNI terkait operasi militer selain perang," sambung politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Di sisi lain, Sukamta menyoroti keterbatasan anggaran dan peralatan sekadarnya untuk TNI melakukan operasi di "Bumi Cenderawasih". Padahal, statusnya sudah ditingkatkan menjadi siaga tempur.
"Kalau [SDM, anggaran, dan peralatan siaga tempur] tidak ada perbedaan [dengan sebelumnya], artinya ini masih jadi kebijakan yang setengah hati. Maka, menjadi sangat penting pemerintah punya desain penyelesaian masalah Papua secara komprehensif," ujarnya.